KRIMSUS.COM || NTT-Kontroversi kembali mencuat di Desa Saenama, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka, akibat dugaan praktik nepotisme yang mencolok. Penyelenggaraan pemerintahan desa yang seharusnya bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) tercoreng dengan adanya dugaan penyimpangan ini.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 26 ayat (4) huruf f secara tegas menyatakan bahwa kepala desa wajib "melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efisien, bersih, serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme". Dalam konteks ini, nepotisme diartikan sebagai praktik yang mengutamakan hubungan darah, persaudaraan, atau perkawinan dalam lembaga penyelenggaraan pemerintahan.
Menurut informasi yang dihimpun, istri dari Kepala Desa Saenama diduga merangkap jabatan sebagai Ketua PKK Desa, Bidan P3K, dan Operator Desa Saenama. Tidak hanya itu, anak dari kepala desa juga diduga menjabat sebagai pengelola PAUD, dan paman dari kepala desa sebagai Bendahara Desa.
"Ini jelas pelanggaran. Bagaimana mungkin seorang istri kepala desa merangkap tiga jabatan sekaligus? Ini jelas nepotisme," ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya. Rabu (2/4/2025).
Menanggapi dugaan ini, beberapa tokoh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyatakan keprihatinan mereka. Mereka mendesak pemerintah daerah dan pihak berwenang untuk segera melakukan investigasi dan mengambil tindakan tegas jika terbukti terjadi pelanggaran.
"Kami meminta agar pemerintah daerah segera turun tangan. Praktik nepotisme seperti ini merusak tatanan pemerintahan desa dan mencederai kepercayaan masyarakat," kata seorang perwakilan LSM.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, Kepala Desa Saenama belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan nepotisme ini. Upaya konfirmasi yang dilakukan oleh awak media belum membuahkan hasil.
Praktik nepotisme ini dikhawatirkan akan berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik di Desa Saenama. Masyarakat merasa tidak adil dan khawatir bahwa keputusan-keputusan penting di desa tidak diambil berdasarkan meritokrasi, tetapi berdasarkan hubungan kekerabatan.
"Kami sebagai warga merasa dirugikan. Bagaimana mungkin orang yang tidak kompeten bisa menduduki jabatan penting di desa?" keluh seorang warga.
Pemerintah daerah dan pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah-langkah konkret untuk menyelesaikan polemik ini. Investigasi yang transparan dan akuntabel sangat diperlukan untuk mengungkap kebenaran dan menegakkan keadilan.
"Kami berharap kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak. Pemerintahan desa harus bersih dari praktik KKN," tegas seorang tokoh masyarakat.
Kasus ini menjadi sorotan dan menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat Desa Saenama. Mereka berharap agar pemerintahan desa dapat kembali berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik. {Roy)
Social Header