Bangka, [Tanggal] – Seorang oknum TNI berinisial Dirga dari Korem diduga terlibat dalam pembekingan tambang ilegal di Jalan Lembawai, Air Duren, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka. Tak hanya itu, Dirga juga melakukan aksi intimidasi brutal terhadap sejumlah wartawan yang sedang meliput aktivitas tambang di lokasi tersebut.
Berdasarkan kesaksian di lapangan, insiden bermula ketika tim gabungan dari enam media mendatangi lokasi tambang untuk menjalankan tugas jurnalistik mereka. Namun, kehadiran mereka justru disambut dengan amarah oleh Dirga, yang melarang keras pengambilan foto atau dokumentasi.
Situasi semakin memanas ketika Maharani, jurnalis dari media SKBO, mendapat perlakuan kasar. Dirga diduga membentaknya dengan nada tinggi sebelum mencabut golok dan menghantamkannya ke meja kayu di depan Maharani serta awak media lainnya. Aksi itu jelas dimaksudkan sebagai bentuk ancaman dan teror terhadap para wartawan di lokasi.
Tantangan Terbuka dan Upaya Pembungkaman Pers
Saat salah satu wartawan menyatakan akan mengadukan kejadian ini ke pihak Korem, Dirga justru dengan santai menantang, "Silakan!" Sikapnya yang seolah kebal hukum dan tak takut dengan konsekuensi semakin menegaskan dugaan bahwa dirinya memiliki perlindungan kuat dalam jaringan tambang ilegal tersebut.
Apakah wajar seorang aparat negara bertindak seperti preman? Bukankah tugas TNI adalah menjaga keamanan dan melindungi masyarakat, bukan malah mengintimidasi mereka yang menjalankan tugas sesuai undang-undang?
Tak terima dengan perlakuan tersebut, enam media yang tergabung dalam tim peliputan sepakat untuk menempuh jalur hukum. Mereka mengecam keras tindakan Dirga dan menuntut aparat berwenang untuk menindak tegas tindakan arogansi serta pelanggaran hukum yang dilakukan oleh oknum tersebut.
Undang-Undang yang Melindungi Kebebasan Pers
Perlakuan intimidatif terhadap jurnalis jelas melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Dalam Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa:
"Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi."
Selain itu, dalam Pasal 18 ayat (1) disebutkan bahwa setiap tindakan yang menghambat atau menghalangi kerja jurnalis dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman dua tahun penjara atau denda maksimal Rp500 juta.
Kejadian ini menambah daftar panjang intimidasi terhadap jurnalis di lapangan. Padahal, pers memiliki hak untuk menjalankan tugasnya tanpa tekanan atau ancaman. Hingga berita ini diterbitkan, pihak Korem belum memberikan tanggapan resmi terkait keterlibatan anggotanya dalam insiden ini.
Apakah kasus ini akan diusut tuntas, atau justru berakhir tanpa kejelasan seperti banyak kasus lainnya? Semua mata kini tertuju pada langkah yang akan diambil oleh institusi terkait untuk menegakkan keadilan dan memastikan kebebasan pers tetap terlindungi di Indonesia
Social Header